Jawa ialah etnis beberapa
besar yang terdapat di
Indonesia. Meski mayoritas menghuni
Pulau Jawa, tetapi keturunan
Jawa tidak sedikit tersebar di sekian banyak pelosok. Hal tersebut turut dominan pada tidak sedikit diadopsinya kebiasaan Jawa dalam praktik hidup sehari-hari masyarakat.
Serta yang sangat dapat dilihat
ialah pemakaian pakaian adat Jawa yang mulai surut. Pakaian adat Jawa tidak sedikit dikenakan dalam sekian banyak kesempatan, baik formal maupun kasual.
Hal ini disebabkan masyarakat Indonesia telah tidak lagi
terbelenggu akan kesan bahwa yang tradisional tersebut ketinggalan jaman. Terlebih dengan pertumbuhan dunia fesyen dan tidak
adanya batasan baku dalam berinovasi.
Jenis Pakaian Adat Jawa
Pakaian Adat Jawa memiliki beberapa jenis sebab Pulau Jawa terbagi menjadi 3 provinsi yaitu Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat. Berikut merupakan beberapa pakaian Adat Jawa yang sudah tidak sedikit dikenal oleh masyarakat Indonesia:
1. Kebaya
Berbicara mengenai pakaian adat Jawa, urusan pertama yang terlintas ialah kebaya. Kebaya ialah jenis blus, tunik, atau atasan tradisional yang dikenakan eksklusif oleh kaum perempuan. Biasanya diciptakan dengan bahan tipis yang dipadukan dengan kain batik, sarung, atau songket. Nama kebaya sendiri berasal dari Bahasa Arab, abaya yang memiliki makna pakaian.
Ada sumber yang melafalkan bahwa kebaya diangkut dari Tiongkok dan merasakan akulturasi kebiasaan sesampainya di tanah Jawa. Pada masa itu, kebaya ialah salah satu simbol aristrokasi wanita bangsawan yang memisahkan mereka dengan rakyat jelata.
Rafles menyebutkan bahwa jenis kebaya berbahan sutra, brokat, atau beludru dengan bukaan yang dibulatkan dengan bros di depan dada telah ada pada 1817. Seiring berjalannya waktu, kebaya tak pernah kehilangan peminat. Dapat dikatakan, kebaya ialah saksi dari pertumbuhan Indonesia semenjak zaman kerajaan-kerajaan Nusantara sampai sekarang.
Kebaya bertahan dari pakaian wanita bangsawan, pakaian wanita kolonial, dan sampai ketika ini masih menjadi opsi perempuan-perempuan Indonesia dalam sekian banyak acara formal. Perkembangan model kebaya turut mengekor perkembangan dunia fesyen. Modelnya tak berhenti pada gaya klasik tetapi terus dicocokkan dengan arah mode yang sedang tren.
2. Jawi Jangkep
Jawi Jangkep secara resmi tercatat sebagai pakaian adat Provinsi Jawa Tengah. Sama halnya dengan kebaya yang eksklusif dikenakan oleh kaum perempuan, Jawi Jangkep diutamakan untuk kaum pria. Pakaian ini berasal dari adat Keraton Kasunanan Surakarta.
Jawi Jangkep sendiri mempunyai 2 jenis, yakni Jawi Jangkep dan Jawi Jangkep padintenan (keseharian). Jawi Jangkep mengutamakan pemakaian atasan hitam yang melulu boleh dikenakan pada acara formal. Sedangkan Jawi Jangkep padintenan mengenakan atasan berwarna di samping hitam yang boleh dikenakan pada acara non formal. Kelengkapan pakaian Jawi Jangkep ialah sebagai berikut:
Penutup kepala berupa blankon atau destar.
Pakaian atasan dengan unsur belakang jauh lebih pendek untuk lokasi keris.
Setagen.
Epek, timang, dan lerep sebagai sejenis ikat pinggang.
Kain bawahan.
Wangkingan atau keris.
Canilan atau selop sebagai alas kaki.
Hingga ketika ini pakaian Jawi Jangkep masih tidak jarang menjadi pakaian pilihan, terutama untuk acara-acara adat formal.
3. Beskap
Beskap
ialah salah satu jenis pakaian atasan pada Jawi Jangkep, tetapi seiring
perkembangannya tidak jarang dikenakan terpisah. Tradisi menggunakan beskap
telah ada semenjak zaman Mataram, akhir abad ke-18.
Memiliki
format kemeja lipat dan berkerah bukan lipat, seringkali beskap memakai warna
kain yang polos. Kancing pada beskap terletak pada sisi kanan dan kiri serta
pola kancing menyamping. Sebagaimana halnya dengan pakaian atasan guna Jawi
Jangkep, unsur belakang beskap tersingkap untuk lokasi keris.
Terdapat
4 jenis beskap, yaitu:
Beskap gaya Solo, yakni jenis beskap yang terinspirasi
dari pakem kebiasaan Keraton Kasunanan. Beskap gaya Yogya, beskap jenis ini
merujuk pada pakem Keraton Kasultanan dan Beskap landung, ialah jenis beskap
dengan unsur depan yang panjang serta Beskap gaya kulon.
4. Surjan
Surjan ialah kemeja atasan yang khusus dipakai oleh kaum lelaki berlengan panjang dengan kerah tegak dan tercipta dari kain bermotif lurik atau bunga. Nama surjan adalah singkatan dari campuran kata suraksa-janma yang berarti menjadi manusia. Ada pula yang menuliskan surjan berasal dari kata siro dan jan yang dengan kata lain pelita.
Berdasarkan keterangan dari sejarah, surjan telah ada semenjak zaman Mataram Islam yang dibuat kesatu kali oleh Sunan Kalijaga. Pakaian ini sering disebut sebagai pakaian taqwa sebab mempunyai makna religius.
6 buah kancing pada kerah menggambarkan rukun iman.
2 buah kancing pada dada kiri dan kanan menggambarkan dua kalimat Syahadat.
3 buah kancing yang tak tampak di unsur dada dekat perut yang menggambarkan nafsu insan yang harus dikendalikan.
Pemakaian surjan dulunya terbatas pada bangsawan dan semua abdi keraton.
5. Kanigaran
Kanigaran
merujuk pada hiasan khusus pengantin dari keluarga kerajaan di Kesultanan
Ngayogyakarta yang dinamakan paes ageng kanigaran. Riasan ini dipersilakan
untuk digunakan oleh masyarakat umum pada masa pemerintahan Sultan HB IX.
Kanigaran penuh akan arti filosofis dan tidak sedikit diminati calon pengantin,
khususnya untuk yang berdarah jawa.
Pakaian
kanigaran tercipta dari bahan beludru warna hitam yang dilengkapi dengan kain
dodot atau kampuh sebagai bawahan. Riasan dan aksesoris beserta teknik pakainya
mempunyai aturan eksklusif tersendiri dan hanya perias terlatih yang dapat
melakukannya.
6. Basahan
Sama halnya
dengan kanigaran, basahan merujuk pada hiasan yang dipakai oleh pengantin.
Berasal dari warisan kebudayaan Mataram, basahan masih tidak sedikit menjadi
hiasan pilihan guna upacara dan souvenir pernikahan.
Pembeda
antara hiasan basahan dan kanigaran ialah gaya berpakaiannya. Jika kanigaran
mengenakan pakaian luaran berbahan beludru di luar kemben, pada basahan pakaian
luaran itu tidak ada. Riasan dan aksesoris yang dipakai hampir serupa pada
hiasan paes ageng kanigaran.
7. Batik
Batik adalah hasil abreviasi dari kalimat jawa babat soko sak tithik, yang secara istilah dapat diartikan mengerjakan sesuatu sedikit demi sedikit. Ada pula yang menerangkan bahwa batik adalah gabungan dari amba yang artinya luas/lebar dan thik/titik/matik yang artinya membuat titik.
Sehingga dapat diartikan sebagai menggambar (dan menggabungkan) titik-titik pada kain yang lebar. Pada 2 Oktober 2009, UNESCO akhirnya mengakui bahwa batik adalah warisan budaya yang berasal dari Indonesia. Sejak saat itulah, batik kian populer dan dikenakan untuk berbagai kesempatan.
Secara masif, masyarakat berbondong-bondong beralih mengenakan batik untuk acara formal. Bahkan instansi-instansi, baik pemerintah maupun swasta, serta sekolah-sekolah menambahkan batik sebagai seragam wajib.
Selain itu, disamping motif baku milik keraton, para produsen batik pun kian kreatif dan berani dalam memberikan warna dan corak pada kain. Setiap daerah memiliki karakteristik motif tersendiri yang dipengaruhi oleh kondisi geografis dan budaya setempat.
Batik dari daerah yang pesisir biasanya lebih dinamis dalam pemilihan corak dan warnanya dibanding dengan dari daerah yang masih terpengaruh oleh budaya keraton.
Seiring dengan perkembangan zaman, model pakaian batik pun kian beragam. Kain batik tidak hanya berakhir sebagai bawahan untuk kebaya, namun juga sudah kaum perempuan menjadikan batik sebagai gaun maupun atasan. Sehingga tidak terkesan ketinggalan zaman, justru mampu meningkatkan kecintaan akan warisan budaya nasional.
Saat ini, gerakan kembali kepada yang tradisional menjadi tren, terutama untuk urusan pakaian. Beberapa instansi pemerintah sudah menggalakkan untuk menggunakan pakaian adat di salah satu hari kerja.
Termasuk penggunaan batik sebagai seragam resmi di berbagai instansi pendidikan. Bangga dengan budaya dalam negeri bukan berarti akan tertinggal dengan persaingan global.
Itu beberapa pakaian adat Jawa yang saat ini masih terjaga dengan baik. Kita sebagai generasi bangsa sebaiknya turut menjaga kekayaan budaya yang dimiliki oleh bangsa kita Indonesia.
0 Komentar